fbpx
Minggu, 19 Mei 2024

TOP-NEWS

| KAMI ADA UNTUK ANDA

Jadi Pengacara, Yan Warinussy Terinspirasi Yap Thiam Hien dan Adnan Buyung Nasution

6 min read

MANOKWARI,TOP-NEWS.ID,-  MENJADI pengacara adalah impian Yan Christian Warinussy sejak SMP. Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari ini terinspirasi dua sosok pengacara kondang tanah air, yang juga dikenal sebagai aktivis HAM (Hak Asasi Manusia) Dr Yap Thiam Hien dan Prof Dr J Adnan Buyung Nasution SH.

“Saya sesungguhnya telah terobsesi menjadi Advokat/Pengacara sejak saat duduk di bangku SMP YPK Ridge 2 Biak, Papua (dulu Irian Jaya/Irja),” kenang pria kelahiran Biak, 13 Januari 1964 ini kepada TOP-NEWS.ID, Sabtu (14/1/2023).

Saat itu, Yan kecil kerap mencuri waktu untuk membaca koran (Sinar Harapan) langganan sang ayah (almarhum Enos Warinussy). Matanya tertuju pada satu artikel mengenai Dr.Yap Thiam Hien dan Adnan Buyung Nasution saat mendampingi para tahanan politik G30S PKI.

Yan yang masih umur belia dibuat kagum oleh perjuangan dua tokoh nasional tersebut dalam membela kebenaran. Berawal dari artikel itulah, putra dari pasangan Enos Warinussy asal Pulau Kurudu, Distrik Yapen Timur, Kabupaten Kepulauan Yapen dan Nelce Mandiwa asal Pulau Mambor, Kecamatan Napan, Nabire ini kerap berkhayal menjadi pengacara.

“Saya lalu berkhayal juga kalau satu ketika saya bisa jadi seperti mereka sebagai pembela kaum lemah dan buta hukum,” ungkap pria yang menempuh pendidikan di
SD YPK Waupnor, SMP dan SMA YPK Ridge 2 Biak (1980-1983).

Demi mewujudkan khayalannya itu, Yan nekad berangkat ke Jayapura, ibu kota Papua. Ia melanjutkan pendidikannya di Fakultas Hukum Jurusan Hukum Pidana Universitas Cenderawasih (Uncen), Jayapura, dari tahun 1983 hingga1993.

Yan Christian Warinussy bersama Presiden Joko Widodo

“Sebenarnya sudah selesai teori tahun 1987 dan sudah selesai Kuliah Kerja Nyata (KKN), tapi saya keluar kampus cari pengalaman,” ungkap Yan yang memiliki segudang aktifitas di luar kampus. Seperti aktif di Yayasan Pengembangan Masyarakat Desa (YPMD) Irian Jaya.

Aktifitas inilah yang mengantarkannya bertemu orang-orang hebat. Seperti
George Junus Aditjindro (Direktur pelaksana YPMD Irja). Darinya, Yan belajar tentang cara melihat, menganalisis dan menuliskan masalah sosial kemasyarakatan dan ketidakadilan dengan menggunakan analisis sosial.

Ayah 8 anak ini juga bertemu dua penulis dan jurnalis senior yang menjadi inspirasinya yaitu Kristian Ansaka dan Yohanes “Yan” Hambur.

Sementara dari sosok Cliff J.Marlessy, ia belajar tentang bagaimana memahami persoalan lingkungan hidup dan teknik-teknik mengambil gambar/foto yang menarik (fotografi) serta belajar dari redaktur dan jurnalis senior lainnya seperti Drs Lukas Karel Degey dan Bill Rettob.

Mantan jurnalis SKH Cenderawasih Pos (Jawa Pos Grup) di.era 1992-1995 ini juga sempat bekerja sebagai relawan, staf dan Kepala Divisi Pengambangan Sumber Daya Hukum Masyarakat (PSDHM) di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jayapura (1988-1991). Saat itu Direktur Eksekutif LBH Jayapura ialah Bambang Widjojanto, SH.

“Sebagian waktu saya banyak habis di LBH. Saya selesai kontrak di LBH Jayapura tahun 1992,” tutur Direktur PT Perseman yang juga Sekretaris Umum Klub Perseman Manokwari.

Bertemu Dr Yap Thiam Hien

Saat bekerja di LBH itulah, Tuhan mempertemukan Yan dengan idolanya. “Saya bertemu almarhum Doktor Yap Thiam Hien di kantor LBH Jakarta tahun 1989 saat saya dikirim oleh Bambang Widjojanto dari LBH Jayapura untuk magang di LBH Jakarta dan LBH Surabaya. Satu hal yang melecut saya secara pribadi untuk menjadi Advokat HAM adalah kata-kata dari almarhum Dr.Yap Thiam Hien,” kenangnya.

Kata-kata itu adalah, “Yan, kalau engkau mau menjadi seorang dokter, maka hari ini engkau menolong satu orang pasien, maka pada hari ini juga engkau akan memiliki satu orang teman, dan semakin banyak orang yang kau tolong maka semakin banyak teman mu.

Tetapi jika hari ini engkau menjadi seorang pengacara, apabila engkau menolong satu orang maka engkau akan pula memiliki seorang teman, tapi di saat yang sama engkau juga akan memiliki seorang musuh. Semakin banyak engkau membantu orang-orang, maka pada saat itu engkau akan memiliki banyak sahabat, tapi di saat yang sama itu engkau juga bakal memiliki banyak musuh.

Ucapan pengacara Indonesia, keturunan Thionghoa-Aceh yang memang dikenal mengabdikan seluruh hidupnya berjuang demi menegakkan keadilan dan HAM itu justru menjadi tantangan bagi Yan untuk menjadi seorang advokat.

Yan Warinussy bersama keluarga. Dari kiri ke kanan : Gabriel Warinussy, Winny Warinussy, Ny.Merry Wambrauw-Warinussy, Penatua Advokat Yan Christian Warinussy, Martha Warinussy, Yan Warinussy, depan sendiri Mario Warinussy (foto:ist)

Pada tahun 1993, suami Merry Wambrauw -Warinussy ini kembali ke kampus Abepura, Jayapura, Papua, untuk mengikuti yudisium dan wisuda Sarjana Hukum (S1). Setahun kemudian ( 1994), ia mengikuti ujian teknis Advokat di Pengadilan Tinggi Jayapura dan lulus sebagai Advokat. Yan ditempatkan di wilayah hukum Pengadilan Negeri Manokwari.

Orangtua Bangga

Kedua orang tua Yan tidak pernah mengarahkannya untuk menjadi pengacara, tapi mereka kagum ketika mendengar putranya itu masuk Fakultas Hukum.

“Ibu saya punya ekspektasi kalau saya akan jadi hakim dan bekerja di pengadilan. Saya masih ingat penuturan ayah saya sekitar tahun 1992 saat keduanya datang dari Biak ke Jayapura untuk urus pensiun ayah di Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua dan Biro Kepegawaian Provinsi Papua. Ayah bercerita, saat mereka mengurus salah satu persyaratan ke Pengadilan Negeri Biak di Samofa dan ibu duduk sambil melihat ada Hakim lewat pakai toga dan ibu berkata : “oh suatu saat pasti anak saya juga akan jadi hakim seperti mereka ini,” kenang Yan.

Walaupun tak.menjadi hakim, kedua orangtuanya sangat bangga, karena mereka paham bahwa profesi ini sungguh dapat membantu banyak orang yang tidak mendapatkan keadilan.

“Saya masih ingat kata ayah saya : “Yan, kamu harus ingat bersyukur selalu kepada Bapa mu di Sorga dan jalankan tugas sesuai aturan hukum dan tidak boleh melanggar hak orang lain”. Kata-kata ayah ini sangat lekat selalu di telinga dan hati saya hingga saat ini dalam menjalankan tugas profesi saya ini,” tegas Juru Bicara Jaringan Damai Papua ini.

Menjadi pengacara, pembela HAM diakui Yan tidak mudah. Pada tahun 2002, pasca lahirnya UU No.21 Tahun 2001 tentang Otsus Bagi Provinsi Papua, ia sempat diteror bahkan diancam akan ditembak. Namun Yan, pantang mundur, ia tetap gigih membela hak asasi rakyat Papua.

Orangtua Yan Christian Warinussy bangga dengan keputiusan putranya menjadi advokat

Raih Penghargaan

Kegigihannya berbuah manis. Yan mendapat penghargaan internasional di bidang HAM John Humphrey Freedom Award tahun 2005. “Ini benar-benar surprais atau kejutan bagi saya pribadi dan pekerjaan pembelaan HAM di Tanah Papua saat itu. Saya kemudian menerima penghargaan tersebut pada tanggal 8 Desember 2005 di Gatineau, Montreal, Quebec, Canada,” sambung Yan yang juga menerima kesempatan selama hampir dua bulan (Februari-Maret) 2004 mengikuti pendidikan advokasi HAM internasional dengan belajar di lingkungan kantor Dewan Tinggi HAM PBB di Jenewa, Swiss atas beasiswa dari PBB saat itu.

Pengalaman itulah yang menjadi modalitas baginya untuk terus berjuang dalam penegakan hukum dan perlindungan HAM di Tanah Papua dan Indonesia hingga saat ini. “Saya sangat berharap Penegakan Hukum di Indonesia senantiasa diperjuangkan dalam banyak sisi. Hukum harus ditegakkan kendatipun langit akan runtuh (Fiat Justitia Ruat Coelum),” tandasnya.

Yan ingin rakyat Papua diberi keadilan oleh negara NKRI dengan memberi kesempatan yang adil dalam melakukan pelurusan sejarah sesuai amanat pasal 45 dan pasal 46 UU Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.

Kini selain menjadi pengacara dan beberqpa jabatan lainnya, Yan juga aktif di gereja. Saat ini, Yan menjadi Penatua dan Anggota Majelis Jemaat GKI Sion Sanggeng di Manokwari, Sebagai Koordinator Urusan Pelayanan Pembinaan Jemaat (P2J).

Sejak pindah ke Manokwari, Yan bersama beberapa tokoh masyarakat sipil, pemuka agama dan tokoh adat mendirikan LP3BH Manokwari pada tanggal 12 Oktober 1996.

Para pendiri LP3BH Manokwari antara lain Ir.Sahat Saragih, Ir.Yesaya Ramandey (almarhum), Alfred Lefaan-Diaz, BSSW, Ir.Yoso Bumantoro, Jakonias Manggaprouw, Advokat Johanes Bonay, Maurits Y.Womsiwor dan Yan sendiri. “Salah satu pendiri LP3BH Manokwari adalah Johanes Maurits Mandatjan (almarhum) yang adalah Kaka dari Drs.Dominggus Mandacan (mantan Gubernur Papua Barat). Almarhum juga mantan Kepala Suku Besar Pedalaman Arfak Kabupaten Manokwari,” katanya mengakhiri pembicaraan.

Copyright © TOP-NEWS.ID 2024 | Newsphere by AF themes.