1 Desember, Advokat Yan C Warinussy Serukan Damai di Tanah Papua
3 min readTOP-NEWS.id, MANOKWARI – Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari dan selaku salah satu advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (Human Rights Defender/HRD) di Tanah Papua, Yan Christian Warinussy, SH hendak menyerukan kepada pemangku kepentingan (stakeholder) keamanan di Tanah Papua untuk bijaksana dalam menyikapi pada Minggu, 1 Desember 2024.
Hal mana disebabkan, karena menjelang tanggal 1 Desember setiap tahun di Tanah Papua senantiasa ada berbagai “upaya membangun” suasana mencekam, menakutkan dan anti perdamaian.
“Utamanya pada diri para pemangku kepentingan di bidang keamanan. Misalnya ada kegiatan sweeping berbagai model atribut bercorak bendera bintang pagi/kejora (the morning start flag). Tahun 2023 lalu, di tanggal 30 November 2023, seorang pemuda bernama Yan Kubiari diciduk oleh aparat keamanan,” kata Advokat Yan Christian Warinussy, SH dalam keterangan diterima TOP-NEWS.id, Jumat (28/11/2024).
Alasannya, kata Yan, karena saat sedang membuat pernak pernik Natal di lobby Swiss-Belhotel Manokwari, Kubiara mengenakan atribut berupa baju dan topi bercorak bintang pagi/kejora tersebut.
Kubiari sempat di bawa oleh sejumlah aparat Polresta Manokwari atas perintah Kapolresta Kombes Polisi RB.Simangunsong.
Yan Kubiari kemudian dimintai keterangan dan dipulang ke rumah dengan syarat harus menjalani wajib lapor tiga kali secara tak berurutan dalam setiap Minggu dari Desember 2023 hingga akhir Januari 2024.
“Belakangan hand phone milik Kubiari sempat “diamankan” hampir menjelang setahun di Polresta Manokwari. Itulah sebabnya saya merasa penting mengingatkan agar langkah antisipasi keamanan di Tanah Papua secara umum tidak meninggalkan jejak kelam dan menyakitkan hati rakyat asli Papua,” ujar Yan.
Karena, sesungguhnya sejarah tanggal 1 Desember 1961 tidak meninggalkan catatan adanya Proklamasi sebuah Negara Papua yang “menakutkan” bagi pemerintah Republik Indonesia selama ini.
Pengibaran Bendera Bintang Fajar/Pagi/Kejora saat itu jelas-jelas terjadi di dalam situasi Tanah Papua secara legal masih merupakan bagian integral dari Kerajaan Belanda (Netherlands Nieuw Guinea) saat itu.
Hal itu dapat dibaca dalam buku karya Prof.Dr.P. J.Drooglever berjudul EEN DAAD VAN VRIJE KEUZE, De Papoea’s van westelijk Nieuw-Guinea en de grenzen van het zelbeschikkingrecht, atau Tindakan Pilihan Bebas! Orang Papua dan Penentuan Nasib Sendiri.
Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Kanisius, Yogyakarta tahun 2010. Hal itu dapat dibaca ada halaman 575, alinea pertama, baris ke delapan yang berbunyi: ,…”Pengibaran bendera berlangsung pada tanggal 1 Desember 1961 di kota Hollandia, dan semua ibukota onderafdeling.
Dimana-mana hal itu terjadi di dalam suasana khidmat dan tenang, dan dihadiri oleh penguasa-penguasa setempat.” Kemudian disebutkan juga pada alinea kedua, baris 15-17 halaman 575 itu yang berbunyi: ,….”Menerima bendera negeri bukan berarti pengakuan kedaulatan.
Hal ini masih tetap ada pada Belanda, yang harus diungkapkan didalam pemberian tempat penampilan”. Dilanjutkan pada alinea ketiga, baris pertama, yang berbunyi: ,….”Catatan itu secara formal tepat.
Benar kedaulatan masih tetap ada pada Belanda, tetapi tanggung jawab itu mulai menekan dengan kuat.”
“Jadi sebagai Advokat dan Pembela HAM saya ingin mengingatkan semua pihak, baik pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan rakyat asli Papua bahwa hendaknya melewati tanggal 1 Desember 2024 yang tahun ini jatuh di hari Minggu dengan perenungan yang mendalam dan menghormati hak asasi manusia dalam arti yang seluas-luasnya,” tandas Yan.
Editor: Frifod