Indonesia Lakukan Uji Klinis Fase 1 Vaksin TBC Inhalasi Pertama di Dunia
2 min read
(Foto: Kemenkes)
TOP-NEWS.id, JAKARTA – Pemerintah Indonesia resmi memulai uji klinis fase 1 vaksin TBC berbasis inhalasi pertama di dunia. Wakil Menteri Kesehatan RI dr. Benjamin Paulus Octavianus yanh akrab disapa dr. Benny menyebut langkah ini sebagai bagian dari program nasional pemberantasan TBC yang menjadi prioritas Presiden Prabowo Subianto.
“Pemberantasan TBC adalah program hasil terbaik cepat dari Presiden Prabowo yang harus segera direalisasikan,” ujar dr. Benny saat meninjau pelaksanaan uji klinis di RS Islam Jakarta, Kamis (13/11).
Berbeda dengan vaksin pada umumnya yang diberikan melalui suntikan, vaksin TBC inhalasi diberikan dalam bentuk uap halus yang dihirup oleh pasien.
Penelitian ini dipimpin oleh Prof. Erlina Burhan dan melibatkan berbagai institusi, di antaranya RS Persahabatan, RS Islam Cempaka Putih, Etana, serta CanSino Incorporation dari Tiongkok.
Prof. Erlina menjelaskan, uji klinis ini telah melewati proses panjang sebelum memasuki tahap fase 1. Setelah mendapatkan persetujuan etik dari Komite Etik RS Persahabatan (April), Komite Etik RS Islam Cempaka Putih (Juli), dan izin Badan POM (Mei 2025), uji klinis akhirnya resmi dimulai.
“Tujuan utamanya adalah mengevaluasi keamanan dan kemampuan imunogenisitas vaksin pada individu dewasa sehat berusia 18–49 tahun,” ujar Prof. Erlina.
Sebanyak 36 sukarelawan akan berpartisipasi, terbagi dalam dua kelompok dosis berbeda. Rekrutmen dilakukan di RS Islam Cempaka Putih, sementara tindakan medis lanjutan seperti Bronchoalveolar Lavage Fluid (BALF) dilaksanakan di RS Persahabatan yang memiliki fasilitas bronkoskopi.
Menariknya, metode inhalasi memungkinkan vaksin masuk langsung ke sistem pernapasan dan menstimulasi kekebalan lokal di paru-paru.
Para partisipan akan menjalani pemantauan lanjutan pada hari ke-28, ke-90, dan ke-180 untuk memastikan respons imun dan keamanan vaksin.
“Vaksin TBC inhalasi ini akan menjadi terobosan besar dalam upaya pemberantasan tuberkulosis di Indonesia dan dunia,” kata Prof. Erlina.
dr. Benny menambahkan, kebutuhan anggaran untuk program pemberantasan TBC secara nasional diperkirakan mencapai Rp10–20 triliun, termasuk dukungan sosial bagi pasien dari keluarga miskin.
“Karena kami bukan hanya mengobati pasien TBC, tapi nanti rumah pasien TBC yang miskin akan dibantu renovasi. Pemberian makanan bergizi dari Kementerian Sosial dan Kementerian Tenaga Kerja juga akan dilibatkan,” jelasnya.
Pemerintah menargetkan penurunan kasus TBC dari 380 menjadi 65 kasus per 100 ribu penduduk, agar Indonesia sejajar dengan negara maju dalam pengendalian TBC.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar menyampaikan dukungan penuh terhadap pengembangan vaksin ini.
“Bukti dukungan kami berupa persetujuan pelaksanaan uji klinis fase 1 yang sudah kami keluarkan dan sampaikan,” jelas Taruna.
Ia menambahkan, setelah fase 1 dinyatakan aman, BPOM akan memproses izin untuk fase 2 dan 3 guna menentukan dosis serta efikasi vaksin.
“Saya yakin, berdasarkan insting saya sebagai ahli farmakologi, insya Allah ini sukses,” tegasnya.
Pemerintah berharap, dengan percepatan uji klinis vaksin TBC inhalasi, Indonesia dapat menekan kasus TBC secara signifikan dan mencapai target bebas TBC pada 2030.
Sumber : Kemenkes
(Biro Komunikasi dan Informasi Publik, Kementerian Kesehatan RI)
