LP3BH Menilai Keberadaan UU Otsus Papua Belum Sebagai Jalan Tengah. Tawaran Dialog JDP Bahkan Belum Dijawab Pemerintah Pusat
2 min readTOP-NEWS.id, MANOKWARI – Sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Papua Barat, kami berpandangan bahwa keberadaan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Bagi Provinsi Papua belum merupakan “jalan tengah”.
“Yaitu, “jalan tengah” dalam mengatasi permasalahan urgen yang sesungguhnya diakui oleh negara Indonesia sebagai termaktub di dalam konsideran huruf e dari UU RI Nomor 21 Tahun 2001 tersebut,” demikian disampaikan Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari Advokat Yan Christian Warinussy, SH, MH kepada wartawan melalui pesan medsos, Jumat (13/8/2021).
Sebab, kata dia, hadirnya UU No 2 Tahun 2021 sebagai revisi sesungguhnya dilatarbelakangi keinginan melakukan percepatan pembangunan belaka serta melakukan peningkatan pelayanan public, bahkan kesinambungan dan keberlanjutan pembangunan di Tanah Papua saja.
“Sekali lagi nampak bahwa negara sedang berusaha menghindari penyelesaian masalah-masalah substansi dan urgen di Tanah Papua seperti persoalan klarifikasi sejarah Papua maupun penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia serta penghormatan dan perlindungan hak-hak dasar masyarakat adat Papua,” ujarnya.
Hal itu jelas terlihat dari fokus awal pemerintah negara dalam melakukan revisi yang hanya terbatas pada tiga pasal, yaitu Pasal 1 ketentuan umum, Pasal 34 dana otsus serta Pasal 76 mengenai pemekaran wilayah di Tanah Papua.
Sementara penambahan revisi 17 pasal lainnya yang condong mengarah pada upaya “menghindari” tuntutan luhur rakyat Papua melalui aspirasinya yang disampaikan dalam rapat dengar pendapat dengan Majelis Rakyat Papua (MRP) seperti menggelar referendum dan fasilitasi pemenuhan hak menentukan nasib sendiri sama sekali tidak dicemati, dibahas dan dicari jalan keluar atau cara penyelesaiannya secara hukum.
“Inilah titik soal yang menurut kami bakal menuai permasalahan dalam 20 tahun ke depan. Karena hingga saat ini negara lebih mengedepankan pendekatan keamanan dalam menghadapi berbagai masalah sosial politik yang terus mengemuka di Tanah Papua dari hari lepas hari,” tutur dia.
Menurutnya, pendekatan dialog yang ditawarkan oleh Jaringan Damai Papua (JDP) sama sekali tidak disikapi secara positif oleh pemerintah, meskipun Presiden Joko Widodo sebagai Kepala Negara pernah mengatakannya di awal masa pemerintahannya.
Dalam konteks revisi UU Otsus Papua ini, pembentukan badan khusus yang diketuai wakil presiden dan berada di bawah presiden nantinya justru merupakan wujud nyata upaya negara mengeliminasi amanat Pasal 67 UU No 21 Tahun 2001 yang sesungguhnya memberi tanggung jawab bagi rakyat Papua bersama lembaga penegak hukum dan kaum politisi lokal di Tanah Papua dalam ikut melakukan pengawasan dari sisi sosial, hukum, dan politik terhadap pelaksanaan kebijakan Otsus di Tanah Papua ke depan.